MELEPASMU chap 2
“kita? Memang kamu masih ingat kata
‘kita’, Di?” aku berbicara pelan lebih kepada diri sendiri.
***
Seiring
lagu itu berjalan, bayanganku kembali kepada 2 tahun yang lalu. Dulu aku dan kamu
selalu bersama-sama di sekolah. Bahkan, sebagian teman sekolah mengira kalau kami
mempunyai hubungan spesial, yah aku berharap seperti itu, tapi kenyataan nya
tidak. Hubungan tanpa status mungkin yang lebih tepatnya.
Aldi,
begitulah orang-orang memanggil namanya. Tidak ada yang spesial dalam dirinya.
Kulit hitam (manis menurutku), bola mata nya yang hitam yang membuatku tidak
bisa berpaling ketika berbicara dengan nya, tubuhnya tidak terlalu tinggi,
rambut selalu berantakan, gigi rapih dengan ada gigi gingsul di sebelah kiri,
Dia tidak terlalu pintar namun dia memiliki nilai yang lebih dibidang seni
musik –ya itu karena dia adalah salah satu dari 3 pemain gitar terbaik di
sekolah kami–
Dan pada suatu waktu
di sekolah tiba-tiba dia menghindariku. Aku berpikir saat itu bahwa dia
mempunyai masalah pribadi. Namun ternyata sampai pulang sekolah dia masih
mencoba menjauh dariku. Dan dengan polosnya aku masih berpikir bahwa dia ada masalah pribadi.
Seminggu berlalu dan dia
masih mengabaikan ku, menjaga jarak dariku tepatnya. Meskipun teman sekolah
mengira bahwa Aldi yang selalu bersama ku itu telah mempunyai pacar baru, tapi aku masih percaya bahwa
dia ada masalah pribadi. Bukan seperti yang teman-teman katakan.
Malamnya
Aldi mengirimkan ku sebuah pesan singkat. Senyum simpul terulas dibibirku.
Hai Feb. Besok ke perpustakaan kota yuk.
Sesungguhnya aku
berharap lewat pesan itu bahwa dia minta maaf dan memberikan alasan yang jelas
mengapa seminggu terakhir ini mencoba mengabaikan ku.
Hm oke. Pulang sekolah? aku mencoba membalas secepat mungkin.
Takut-takut dia tidak membalas pesanku lagi.
Iyalah kapan lagi? Masa iya mau malem?hehe.
Aku tertawa kecil.
Cukup terhibur. Yakali haha
Hm akusih ga deh. Ehiya besok kamu pulang agak sorean gapapa kan? Aku
mau minta anter ke tempat lain juga.
Tempat lain? Kemana tuh?
Nanti juga kamu tau ko Feb. Makanya kamu boleh pulang agak sorean gak?
Boleh ko. Asal ga nyampe malem aja:p
Kan aku bilang agak sorean Febria Funnisa...
Iyaiya aku ngerti ko Di
Aku tidur dulu ya. Selamat malam Feb, sampai jumpa besok ya!!
Ok. Selamat malam dan sampai ketemu besok juga, Di.
Percakapan singkat.
Namun mampu membuatku sangat, sangat senang. Sejujurnya aku penasaran dengan
yang dia maksud ‘tempat lain’. Untuk pertama kalinya dalam seminggu terakhir, aku
tidak sabar menunggu hari esok. Aku tidak sabar bertemu dengan dia. Dan aku
tidak sabar mengetahui apa yang dimaksud dengan ‘tempat lain’.
“Selamat malam Aldi
Putra Hardika” aku berkata pelan sambil tertawa kecil.
****
Aku menghembuskan
napas pelan. Diluar perpustakaan langit mulai menurunkan bulir-bulir air hujan
dan lagu ‘melepasmu’ telah berhenti namun kenangan yang sedang berjalan di
otakku tidak berhenti, tidak akan pernah. Lagu selanjutnya yang diputar
perpustakaan ini adalah lagu ‘gantung’ milik Melly Goeslaw. ‘Ya tuhan, dunia ini lagi kenapasih daritadi
lagu-lagu yang bikin baper terus yang keluar’ aku menggerutu dalam hati.
****
Keesokkan harinya
sepulang sekolah, Aldi telah menungguku di dekat gerbang sekolah. Ini aneh,
tidak biasanya Aldi menungguku di dekat gerbang sekolah biasanya ia akan
menungguku di koridor depan kelasku. Seperti ada sesuatu yang Aldi sembunyikan.
Tapi aku tak menghiraukan nya. Aku tidak memikirkan hal-hal aneh yang tidak
seperti biasanya, selama aku dan dia bersama itu sudah cukup bagiku.
Sepanjang perjalanan
menuju perpustakaan kota, aku dan Aldi hanya berbicara hal-hal yang ringan.
Tidak ada satupun dari kami yang menyinggung tentang seminggu terakhir saat
Aldi bersikap seolah dia mengabaikanku. Dia tidak menjelaskan alasan nya, dan
akupun tidak berani bertanya mengapa. Aku hanya tidak ingin merusak hari yang
indah ini dengan berbicara tentang sesuatu yang tidak ingin Aldi bicarakan.
Tiba di perpustakaan
kota, Aldi langsung menuju ke lorong yang berjudul “Komik”. Seperti biasa, aku
menuju lorong yang berjudul “Novel”. Sejam kedepan aku dan dia masih berkutat
dengan bacaan masing-masing. Namun tak sengaja, aku melihat Aldi berjalan
menuju lorong yang berjudul “Fashion”. Aku tertawa kecil melihat hal itu,
bagaimana bisa, Aldi, seorang yang tak pernah peduli pada fashion, yang
rambutnya tak pernah disisir rapih mendadak mendekati majalah-majalah tentang
fashion. Lucu, pikirku.
Aku mengikuti Aldi ke
lorong “Fashion”. Saat aku lihat dia sedang membaca majalah tentang style
wanita terbaru untuk remaja. Awalnya kupikir itu hanya iseng namun ternyata aku
salah, dia memperhatikan satu-per-satu pakaian yang ada di majalah dengan
serius. Aneh. Dan aku putuskan untuk tidak peduli. Mungkin dia membaca nya
hanya sekedar menambah pengetahuan atau sepupunya yang masih sekolah di SMP itu
akan berulang tahun. Aku berjalan kembali ke lorong “Novel”. Entahlah. Terlalu
banyak asumsi yang aku buat menjadikan aku tidak bisa melihat hal yang
sebenarnya.
“eh Feb bengong aja.
Baca novel apa mengkhayal weyy. Aku udah nih” Aldi menuju ke arahku.
“ga melamun yee. Ok
aku juga udah ko” aku tersenyum.
“yaudah yu, anter ke
tempat selanjutnya. Takut kesorean ntar kamu dimarahin mamah kamu lagi” Aldi
tersenyum memamerkan gigi gingsulnya.
“yuu. Emang kita mau
kemana, Di?”
“ke Mall”
“tumben amat kamu mau
ke mall. Pantes minta dianterin. Emang mau ngapain di mall?”
“beli sesuatu, dah
yuk”
Saat jalan ke Mall,
aku begitu sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan yang ada di benakku. Tentang
anehnya sikap Aldi sejak pulang sekolah tadi, melihat Aldi yang membaca majalah
fashion wanita, dan sekarang yang dia maksud tempat lain adalah Mall. Membeli
sesuatu. Baju yang dia lihat di majalah itukah? Untuk siapa? Untuk aku? Tidak
mungkin. Untuk sepupunya? Dalam rangka apa? Ulang tahun? Mungkin.
“Di, emang kamu mau
beli apa di mall?” Akupun memutuskan untuk bertanya.
“baju nih, bantu pilih
yaaaa” Aldi tersenyum. Ah senyum itu..
“ko aku yg pilih sih?
Kan kamu yang make”
“bukan aku yang make
Feb, aku mau beli baju cewe buat Raina. Nah badan kamu dan badan Raina itu
sebelas duabelas lah hehehe. Kamu tau Raina kan? Ituloh anak kelas ipa8. Bentar
lagi dia sweet seventeen jadi aku mau ngasih baju yang kaya di majalah tadi di
perpus. Pasti lucu kalo Raina yang make. Rencana nya juga pas dia ultah aku mau
nembak dia. Bantu ya feb”
Selesai mengucapkan
kalimat terakhir Aldi tersenyum lagi. Senyum yang amat menenangkan hati. Tapi
tidak kali ini. Aku benci senyuman itu. Ternyata keanehan yang terjadi sejak
pulang sekolah itu benar. Aldi mencintai seseorang, dan itu bukan aku. Aldi
sedang jatuh cinta, juga bukan kepadaku. Aldi mencoba memberi yang terbaik, dan
sekali lagi, pemberian itu bukan ditujukan untukku.
Aku terdiam. Selama
ini yang dikatakan teman-teman di sekolah benar. Aldi menjauhiku karena ia
sedang jatuh cinta dengan orang lain. Raina. Dan ia tidak ingin Raina
menganggapnya bahwa aku adalah pacar Aldi. Entah apa yang akan aku lakukan
sekarang. Haruskah aku lanjut menemani Aldi membeli baju untuk Raina? Atau
apakah sebaiknya aku pulang daripada harus menunjukkan air mata yang sebentar
lagi akan turun ini? Tuhan...
“Feb ko bengong” Aldi
menyadarkan ku.
“eh engga bengong ko
hehe. Ehiya Raina itu anak potret itukan?” aku tersenyum, sangat dipaksakan.
“iya bener. Raina itu
imut, seharusnya dia yang jadi model fotonya bukan nya dia yang ngefoto ya.
Liat posthing terakhir dia di instagram nya deh. Lucu banget”
“kamu kenal Raina
darimana?”
“waktu acara pensi kan
dia piket potret, fotoin semua pengisi acara kan? Ya termasuk aku. Terus karena
aku pengen liat hasil foto-fotonya, aku minjem memori kamera dia lewat si Agus.
Pas aku buka memori kamera nya di laptop ternyata banyak foto-foto Raina juga.
Dan udah deh suka gitu aja sama dia” Aldi tertawa.
“eh pensi? Itu udah
lama dong?”
“iya, lumayan. Awalnya
aku masih basa-basi biasa aja belum nunjukkin kalo aku suka. Tapi udah 3 bulan
terakhir aku banyak ngasih kode ke dia.”
“3 bulan? Terus dia
ngerespon?” suaraku tercekat di tenggorokan. aku berdoa semoga hanya Aldi yang
berharap dan Raina tidak pedulikan nya. Tapi...
“yap! Dia ngerespon
Feb!” Aldi menjawab dengan senyum yang begitu semangat.
Ya, harapanku berakhir
dengan sia-sia. Sepanjang perjalanan aku hanya mendengarkan ocehan Aldi yang
tidak henti-hentinya membicarakan tentang Raina. Aku akui, Raina perempuan yang
sempurna. Cantik, pintar, baik, dan anggun. Berbeda dengan ku. Tapi mengapa
harus orang lain yang berhasil memikat hati Aldi? Kenapa bukan aku yang selama
ini selalu ada disampingnya? Kenapa?
Komentar
Posting Komentar